2015, saat ini pekerjaan yang dinilai paling sukses adalah perusahaan-perusahaan di bidang industri kreatif. Seperti agency, majalah, dan freelancer. Pekerjaan inilah yang dianggap bisa mengembangkan potensi dan kreativitas yang dimiliki.
Dan mulai detik itu, saya support pasangan di pekerjaan yang dipilihnya. Saya yang menemaninya (kalo boleh bilang) saat gajinya masih kecil untuk seorang pekerja di Jakarta. Sampai dia ikut pelatihan dan seminar untuk menambah pengetahuannya di bidang digital marketing. Hanya saya yang tau, dia masuk perusahaan tersebut tanpa bekal ilmu marketing sama sekali. Tapi dia mau dan terus belajar :).
Ini sudah tidak lagi bicara tentang seberapa besar perusahaan yang mau menerimamu. Bukan seberapa banyak gaji yang mereka tawarkan kepadamu. Bukan seberapa banyak fasilitas-fasilitas yang akan diberikan kepadamu. Kalau bicara soal itu, maka PNS adalah pekerjaan yang cocok. Saya tidak bicara kalau PNS adalah pekerjaan yang tidak menggiurkan. Tapi, di sini lebih bicara masalah passion. Di mana ketertarikan kamu akan suatu pekerjaan tersebut sangat besar yang membuat kamu semangat untuk tiap hari datang ke kantor, meeting dengan orang baru, dan sepakatin tawaran-tawaran besar.
Sepertinya era 2015 ini pekerjaan yang paling sukses sudah tidak dipegang PNS lagi. Sebenernya apa sih definisi pekerjaan sukses? Kalo dari saya, pekerjaan sukses adalah pekerjaan yang ikhlas kamu lakukan setiap hari. Pekerjaan yang membuat kamu senang melakukannya, semangat mengerjakan ya, dan jika pekerjaan itu selesai kamu puas lahir dan batin. Ini definisi sukses.
Ada kisah nyata saya dan pacar saya-yang notabene akan segera menjadi suami- debat masalah pekerjaan.
Waktu itu saya masih belum lulus kuliah sedangkan dia sudah bekerja hampir 2 tahun di perusahaan startup divisi digital marketing. Yang perlu diketahui adalah dia seorang Sarjana Teknik lulusan Institut Teknologi Bandung th. 2006 jurusan Geodesi. Ya. Teknik Geodesi. Bekerja sebagai digital marketing. Bukan tanpa alasan saya selalu meminta dia balik ke pekerjaan lamanya. Saya selalu membujuk agar dia mau bekerja di lapangan sebagaimana pekerjaan dia 2 tahun lalu di PT Waskita Karya (persero) sebagai surveyor Proyek Pembangunan Jalan Tol. Waktu itu kalau tidak salah proyek pembangunan jalan Tol Bali-Nusa Dua sama proyek Tol Bangil Pasuruan. Jujur, waktu itu saya pernah magang di perusahaan yang sama milik saudaraku di perusahaan yang bergerak di bidang serupa. Selama magang saya perhatikan orang-orang yang bekerja di balik layar proyek pembangunan jalan tol ataupun gedung-gedung itu keren, sukses, penghasilannya besar.
Saya: "Mas, ndak pengen balik ke pekerjaan yang dulu? Lumayan lho, bisa buat nabung acara kita nanti. "
Saya ulang teruuuuuuuuus kalimat itu berkali-kali lebih dari hitungan jari. Tidak jarang, bahasan masalah ini menimbulkan adu pendapat. Tapi saya terus berusaha. Karena saya perempuan, saya tau betapa kecewanya Ibunya yang ingin melihat anaknya tumbuh sebagai bos besar. Jiwa anak teknik yang ditanamkan Ayahnya pun ternyata mengakar ke semua anak dan menantunya. Tapi, jawabnya......
Mas: "Ibu akan lebih kecewa karena aku ternyata menghasilkan uang dari pekerjaan yang aku sendiri menjalaninya gak ikhlas. "
Oke. Saya mudur satu langkah. Tapi saya tetap berusaha membujuk dia. Selalu di setiap kesempatan.
Mas: "Sudahlah, aku akan buktikan ke kamu dan anak-anak kita, aku bisa menghidupi kalian dengan pekerjaanku sekarang. "
Selangkah lagi aku mundur. Dan yang membuat aku berhenti total untuk membahas masalah pekerjaan Mas adalah saat dia duduk di rumahnya, menjelaskan sesuatu kepadaku.
Mas: "Aku sudah melaksanakan kewajibanku menuntut ilmu sebagai Sarjana Teknik ITB. Ayah dan Ibu sudah pasti bangga. Tapi, sekarang giliranku untuk membahagiakan aku sendiri dengan pekerjaan-pekerjaan yang aku cintai. Aku rasa Ayah dan Ibu sangat mengerti akan hal ini. Sekarang, tugasku untuk meyakinkan kamu, bahwa aku ikhlas menjalani pekerjaanku saat ini. Dengan pekerjaan ini aku bisa menghidupi kamu dan anak-anakku, aku mampu. Bukan seberapa besar bilangan gaji yang aku terima. Tapi seberapa besar rasanya aku puas ketika aku sudah menyelesaikan tugas kantorku. Tolong, support aku."
Dari situ, saya sadar. Saya terlalu memaksakan pasanganku untuk melakukan pekerjaan (yang kata orang-orang) itu adalah pekerjaan sukses. No! I was wrong.
Source from Google
Dan mulai detik itu, saya support pasangan di pekerjaan yang dipilihnya. Saya yang menemaninya (kalo boleh bilang) saat gajinya masih kecil untuk seorang pekerja di Jakarta. Sampai dia ikut pelatihan dan seminar untuk menambah pengetahuannya di bidang digital marketing. Hanya saya yang tau, dia masuk perusahaan tersebut tanpa bekal ilmu marketing sama sekali. Tapi dia mau dan terus belajar :).
No comments:
Post a Comment